عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ
عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا
أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ
وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu Umar رضي الله عنه beliau berkata: “Rosululloh صلى الله
عليه وسلم pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah
engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata:
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika
engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore.
Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati”
(HR. Bukhori)
Takhrij: Hadits ini diriwayatkan al-Bukhori dalam shohih al-Bukhori pada kitab ar-Riqaaq no. 5937
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ini berisi nasihat nabi kepada beliau.
Hadits ini berisi nasehat yang dapat menghidupkan hati berupa peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, mempergunakan masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya untuk mencari bekal menuju kampung halaman kita nanti diakherat.
Rasululloh menyampaikan nasehat ini kepada Ibnu Umar yang waktu itu
masih berusia 12 tahun. Hal ini menunjukkan keutamaan ibnu Umar dan
perhatian yang besar dari Nabi kepada beliau.
Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang pas dengan realita.
Sesungguhnya manusia memulai kehidupannya di surga kemudian
diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang
asing atau musafir dalam kehidupannya didunia ini.
Kedatangan nabi Adam dan keturunannya di muka dunia (sebagai
manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Karena sebenarnya tempat
tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan,
ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Alloh adalah surga.
Nabi Adam diusir dari surga yang merupakan kampung halamannya
terjadi dengan hikmah yang tinggi dan mulia dari Allah. Disamping
sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya,
juga untuk memakmurkan dunia dan mewujudkan tujuan penciptaan manusia.
Tujuan penciptaan ini dijelaskan dalam firman Allah : “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(QS. 51:56)
Apabila kita mau merenungkan hal ini, maka akan berkesimpulan bahwa
seorang muslim yang hakiki akan senantiasa mengingatkan jiwanya dan
mendidiknya dengan prinsip bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah
di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang penuh cobaan
di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang
disabdakan oleh Rasululloh di atas.
Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim rohimahulloh ketika menyebutkan
bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga
adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula.
Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir
dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam dan dia
melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak.
Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:
نَقِّلْ فُؤَادَكَ حَيْثُ شِئْتَ مِنَ الْهَوَى
مَـا اْلحُـبُّ إِلاَّ لِلْحَبِيْبِ الأَوَّلِ
Palingkan hatimu sesuka hatimu dari hawa nafsumu. Tidaklah
kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu (yaitu Allah). Dan
pernyataan:
كَمْ مَنْزِلٍ فِيْ الأَرْضِ يَأْلِفُهُ الْفَتَى
وَحَنِيْنُـــهُ أَبَــدًا لأَوَّلِ مَــنْزِلٍ
Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang. Dan
selamanya kerinduannya hanya pada kampung halamannya (Syurga).
Demikianlah, hal ini hendaknya menjadikan hati kita senantiasa
bertaubat dan tawadhu kepada Alloh jalla wa ‘ala. Menjadi orang yang
hatinya senantiasa bergantung pada Alloh, baik dalam kecintaan, harapan,
rasa cemas, dan ketaatan.
Hati kita harus senantiasa terkait dengan negeri yang penuh dengan
kemuliaan yaitu surga. Kita meyakini dan mengetahui surga tersebut
seakan-akan berada di depan mata tidak jauh.
Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau musafir. Orang yang
berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah orang asing atau musafir
tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang. Karena orang asing
tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah
keluarganya.
Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya.
Kemudian disusul oleh Nabi Nuh, Kemudian zaman beliau selesai dan telah
berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus
tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi
kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan
seterusnya.
Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka
datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan
menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk
memberikan perhatian pada dirinya.
Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya.
Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami
hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang
penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak
kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat.
Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu sebelum kematian jasad menemuimu.
Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Oleh karena itu Ibnu Umar melanjutkan dengan berwasiat,إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”
Maksudnya hendaklah kamu senantiasa waspada dengan kematian yang
datang secara tiba-tiba dan senantiasa siap dengan datangnya kematian.
Demikianlah kehebatan dan kepakaran beliau dalam memahami sabda Rasululloh.
Beliau disampaing segera melaksanakan nasehat tersebut juga
menyampaikan bimbingan kepada orang lain untuk melaksanakannya. Sebab
seorang muslim harus selalu dibayangi kematian sehingga ia bersiap-siap
dengan amalan sholeh tanpa kenal malas dan menunda-nunda. Seorang muslim
harus beramal sholih disiang hari seakan-akan tidak akan menjumpai sore
dan beramal dimalam hari seakan-akan tdk akan mendapati pagi harinya.
Husyaim al-Wasithi menyatakan: ‘Seandainya disampaikan kpd Manshur
bin Zaadzan: Sungguh malaikat maut ada dipintu maka ia sudah tidak
memiliki tambahan amalan lagi’. Maksudnya beliau tidak pernah
memperlambat amalan sholeh sama sekali.
Hal ini dpt terjadi dgn senantiasa mengingat hak Alloh. Jika dia
beribadah, maka dia telah menunaikan hak Alloh dan ikhlas dalam
beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya,
maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika dia
berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa
berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Demikianlah, setiap kegiatan yg dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu.
Oleh karenanya ibnu Umar menambah keterangan wasiatnya dengan menyatakan:
وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)
Hendaknya seorang muslim segera beramal sholih sewaktu ada
kemampuan dan itu dikeadaan sehat sebelum sakitnya dan hidup sebelum
kematian menjemputnya.
Mudah-mudahan kita semua dpt mengamalkannya.
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
http://www.salamdakwah.com/m/baca-artikel/untaian-nasehat---jadilah-orang-asing-di-dunia.html
Posting Komentar