HEADLINES

Senin, 28 Januari 2013

Jadilah Orang Asing di Dunia



عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari Ibnu Umar ‎​رضي الله عنه  beliau berkata: “Rosululloh صلى الله عليه وسلم  pernah memegang kedua pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir”. Ibnu Umar berkata: “Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)
Takhrij: Hadits ini diriwayatkan al-Bukhori dalam shohih al-Bukhori pada kitab ar-Riqaaq no. 5937
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar ini berisi nasihat nabi kepada beliau.
Hadits ini berisi nasehat yang dapat menghidupkan hati berupa peringatan untuk menjauhkan diri dari tipuan dunia, mempergunakan masa muda, masa sehat, umur dan sebagainya untuk mencari bekal menuju kampung halaman kita nanti diakherat.
Rasululloh menyampaikan nasehat ini kepada Ibnu Umar yang waktu itu masih berusia 12 tahun. Hal ini menunjukkan keutamaan ibnu Umar dan perhatian yang besar dari Nabi kepada beliau.
Jika manusia mau memahami hadits ini maka di dalamnya terkandung wasiat penting yang pas dengan realita.
Sesungguhnya manusia memulai kehidupannya di surga kemudian diturunkan ke bumi ini sebagai cobaan, maka manusia adalah seperti orang asing atau musafir dalam kehidupannya didunia ini.
Kedatangan nabi Adam dan keturunannya di muka dunia (sebagai manusia) adalah seperti datangnya orang asing. Karena sebenarnya tempat tinggal Adam dan orang yang mengikutinya dalam masalah keimanan, ketakwaan, tauhid dan keikhlasan pada Alloh adalah surga.
Nabi Adam diusir dari surga yang merupakan kampung halamannya terjadi dengan hikmah yang tinggi dan mulia dari Allah. Disamping sebagai cobaan dan balasan atas perbuatan maksiat yang dilakukannya, juga untuk memakmurkan dunia dan mewujudkan tujuan penciptaan manusia.
Tujuan penciptaan ini dijelaskan dalam firman Allah : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (QS. 51:56)
Apabila kita mau merenungkan hal ini, maka akan berkesimpulan bahwa seorang muslim yang hakiki akan senantiasa mengingatkan jiwanya dan mendidiknya dengan prinsip bahwa sesungguhnya tempat tinggalnya adalah di surga, bukan di dunia ini. Dia berada pada tempat yang penuh cobaan di dunia ini, dia hanya seorang asing atau musafir sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululloh di atas.
Betapa indah perkataan Ibnu Qoyyim rohimahulloh ketika menyebutkan bahwa kerinduan, kecintaan dan harapan seorang muslim kepada surga adalah karena surga merupakan tempat tinggalnya semula.
Seorang muslim sekarang adalah tawanan musuh-musuhnya dan diusir dari negeri asalnya karena iblis telah menawan bapak kita, Adam dan dia melihat, apakah dia akan dikembalikan ke tempat asalnya atau tidak.
Oleh karena itu, alangkah bagusnya perkataan seorang penyair:

نَقِّلْ فُؤَادَكَ حَيْثُ شِئْتَ مِنَ الْهَوَى
مَـا اْلحُـبُّ إِلاَّ لِلْحَبِيْبِ الأَوَّلِ
Palingkan hatimu sesuka hatimu dari hawa nafsumu. Tidaklah kecintaan itu kecuali pada cinta pertamamu (yaitu Allah). Dan pernyataan:

كَمْ مَنْزِلٍ فِيْ الأَرْضِ يَأْلِفُهُ الْفَتَى
وَحَنِيْنُـــهُ أَبَــدًا لأَوَّلِ مَــنْزِلٍ
Berapa banyak tempat tinggal di bumi yang ditempati seseorang. Dan selamanya kerinduannya hanya pada kampung halamannya (Syurga).
Demikianlah, hal ini hendaknya menjadikan hati kita senantiasa bertaubat dan tawadhu kepada Alloh jalla wa ‘ala. Menjadi orang yang hatinya senantiasa bergantung pada Alloh, baik dalam kecintaan, harapan, rasa cemas, dan ketaatan.
Hati kita harus senantiasa terkait dengan negeri yang penuh dengan kemuliaan yaitu surga. Kita meyakini dan mengetahui surga tersebut seakan-akan berada di depan mata tidak jauh.
Jadilah di dunia ini seperti orang asing atau musafir. Orang yang berada pada kondisi seakan-akan mereka adalah orang asing atau musafir tidak akan merasa senang dengan kondisinya sekarang. Karena orang asing tidak akan merasa senang kecuali setelah berada di tengah-tengah keluarganya.
Sedangkan musafir akan senantiasa mempercepat perjalanan agar urusannya segera selesai.
Demikianlah hakikat dunia. Nabi Adam telah menjalani masa hidupnya. Kemudian disusul oleh Nabi Nuh, Kemudian zaman beliau selesai dan telah berlalu. Kemudian ada lagi sebuah kaum yang hidup selama beberapa ratus tahun kemudian zaman mereka berlalu. Kemudian setelah mereka, ada lagi kaum yang hidup selama 100 tahun, 80 tahun, 40 tahun 50 tahun dan seterusnya.
Hakikat mereka adalah seperti orang asing atau musafir. Mereka datang ke dunia kemudian mereka pergi meninggalkannya. Kematian akan menimpa setiap orang. Oleh karena itu setiap orang wajib untuk memberikan perhatian pada dirinya.
Musibah terbesar yang menimpa seseorang adalah kelalaian tentang hakikat ini, kelalaian tentang hakikat dunia yang sebenarnya.
Jika Alloh memberi nikmat padamu sehingga engkau bisa memahami hakikat dunia ini, bahwa dunia adalah negeri yang asing, negeri yang penuh ujian, negeri tempat berusaha, negeri yang sementara dan tidak kekal, niscaya hatimu akan menjadi sehat.
Adapun jika engkau lalai tentang hakikat ini maka kematian dapat menimpa hatimu sebelum kematian jasad menemuimu.
Semoga Alloh menyadarkan kita semua dari segala bentuk kelalaian.
Oleh karena itu Ibnu Umar melanjutkan dengan berwasiat,
إذا أمسيت فلا تنتظر الصباح، وإذا أصبحت فلا تنتظر المساء
“Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada pagi hari jangan menunggu datangnya sore.”
Maksudnya hendaklah kamu senantiasa waspada dengan kematian yang datang secara tiba-tiba dan senantiasa siap dengan datangnya kematian.
Demikianlah kehebatan dan kepakaran beliau dalam memahami sabda Rasululloh.
Beliau disampaing segera melaksanakan nasehat tersebut juga menyampaikan bimbingan kepada orang lain untuk melaksanakannya. Sebab seorang muslim harus selalu dibayangi kematian sehingga ia bersiap-siap dengan amalan sholeh tanpa kenal malas dan menunda-nunda. Seorang muslim harus beramal sholih disiang hari seakan-akan tidak akan menjumpai sore dan beramal dimalam hari seakan-akan tdk akan mendapati pagi harinya.
Husyaim al-Wasithi menyatakan: ‘Seandainya disampaikan kpd Manshur bin Zaadzan: Sungguh malaikat maut ada dipintu maka ia sudah tidak memiliki tambahan amalan lagi’. Maksudnya beliau tidak pernah memperlambat amalan sholeh sama sekali.
Hal ini dpt terjadi dgn senantiasa mengingat hak Alloh. Jika dia beribadah, maka dia telah menunaikan hak Alloh dan ikhlas dalam beribadah hanya untuk Robbnya. Jika dia memberi nafkah pada keluarganya, maka dia melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan syariat. Jika dia berjual beli, maka dia akan melakukan dengan ikhlas dan senantiasa berharap untuk mendapatkan rezeki yang halal.
Demikianlah, setiap kegiatan yg dia lakukan, senantiasa dilandasi oleh ilmu.
Oleh karenanya ibnu Umar menambah keterangan wasiatnya dengan menyatakan: 
وخذ من صحتك لمرضك، ومن حياتك لموتك. رواه البخاري
“Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati” (HR. Bukhori)
Hendaknya seorang muslim segera beramal sholih sewaktu ada kemampuan dan itu dikeadaan sehat sebelum sakitnya dan hidup sebelum kematian menjemputnya.
Mudah-mudahan kita semua dpt mengamalkannya.
  Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
 http://www.salamdakwah.com/m/baca-artikel/untaian-nasehat---jadilah-orang-asing-di-dunia.html

Posting Komentar

 
Copyright © 2014 Risalahilmiyah.net. Blogger Templates Designed by OddThemes - DesignsRock